hariantya.com

Apakah faktor yang menentukan kemiripan anak kita?

on 23 October 2015

ISLAMIC PARENTING (5)

APAKAH FAKTOR YANG MENENTUKAN KEMIRIPAN ANAK KITA?
Berikut ini hadits-hadits shahih yang berhubungan dengan permasalahan kemiripan anak.

HADITS PERTAMA
Di dalam shahih muslim, dari sahabat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya seorang wanita bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,

هَلْ تَغْتَسِلُ الْمَرْأَةُ إِذَا احْتَلَمَتْ وَأَبْصَرَتِ الْمَاءَ؟ فَقَالَ: «نَعَمْ» فَقَالَتْ لَهَا عَائِشَةُ: تَرِبَتْ يَدَاكِ وَأُلَّتْ، قَالَتْ: فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «دَعِيهَا. وَهَلْ يَكُونُ الشَّبَهُ إِلَّا مِنْ قِبَلِ ذَلِكِ، إِذَا عَلَا مَاؤُهَا مَاءَ الرَّجُلِ، أَشْبَهَ الْوَلَدُ أَخْوَالَهُ، وَإِذَا عَلَا مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَهَا أَشْبَهَ أَعْمَامَهُ»

“Apakah seorang wanita harus mandi jika mimpi dan melihat air? “ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab “Ya”
Aisyah radhiyallahu ‘anha pun berkata “Celaka kamu!”
Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata “Biarkan dia. Bukankah kemiripan itu berasal dari air mani itu? Jika mani istri lebih lebih mendominasi mani suami maka anaknya akan mirip saudara-saudara ibunya, dan jika mani si suami lebih lebih mendominasi mani istri maka anaknya akan serupa dengan saudara-saudara bapaknya.”

HADITS KEDUA
Diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dari hadits Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

و أما الشَّبَهُ فِي الْوَلَدِ فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَشِيَ الْمَرْأَةَ فَسَبَقَهَا مَاؤُهُ كَانَ الشَّبَهُ لَهُ وَإِذَا سَبَقَ مَاؤُهَا كَانَ الشَّبَهُ لَهَا

“Adapun kemiripan anak, apabila seorang laki-laki menyetubuhi wanita dan maninya lebih dulu masuk dari mani perempuan maka anaknya akan mirip bapaknya, Apabila mani perempuan lebih dulu masuk lebih dulu dari mani laki-laki maka anaknya akan mirip ibunya,”

HADITS KETIGA
Dalam riwayat Muslim dari sahabat Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَاءُ الرَّجُلِ أَبْيَضُ، وَمَاءُ الْمَرْأَةِ أَصْفَرُ، فَإِذَا اجْتَمَعَا، فَعَلَا مَنِيُّ الرَّجُلِ مَنِيَّ الْمَرْأَةِ، أَذْكَرَا بِإِذْنِ اللهِ، وَإِذَا عَلَا مَنِيُّ الْمَرْأَةِ مَنِيَّ الرَّجُلِ، آنَثَا بِإِذْنِ اللهِ

“Mani laki-laki itu putih dan mani wanita itu kuning. Apabila bertemu dua mani maka apabila mani laki-laki lebih mendominasi mani wanita maka maka anaknya laki-laki seizin Allah ta’ala. Adapun jika mani wanita lebih mendominasi mani laki-laki maka anaknya akan berjenis kelamin perempuan dengan seizin Allah.”

PERTENTANGAN ANTARA LAFAZH HADITS
Di dalam hadits-hadits ini seolah-olah ada pertentangan.

Pada hadits ‘Aisyah disebutkan,

إِذَا عَلَا مَاؤُهَا مَاءَ الرَّجُلِ، أَشْبَهَ الْوَلَدُ أَخْوَالَهُ

“Jika mani istri lebih mendominasi mani suami maka anaknya akan mirip saudara-saudara ibunya.”
Pada hadits ‘Anas disebutkan bahwa yang mempengaruhi kemiripan anak justru dari mani siapa yang lebih mendahului,

فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَشِيَ الْمَرْأَةَ فَسَبَقَهَا مَاؤُهُ كَانَ الشَّبَهُ لَهُ

“Apabila seorang laki-laki menyetubuhi wanita dan maninya lebih dulu masuk dari mani perempuan maka anaknya akan mirip bapaknya.”
Sedangkan pada riwayat Tsauban malah sebaliknya, banyaknya mani bukan menyebabkan kemiripan, akan tetapi menyebabkan perbedaan jenis kelamin.

فَعَلَا مَنِيُّ الرَّجُلِ مَنِيَّ الْمَرْأَةِ، أَذْكَرَا بِإِذْنِ اللهِ

“Maka apabila mani laki-laki lebih mendominasi mani wanita maka maka anaknya laki-laki seizin Allah ta’ala.”

PENGUMPULAN MAKNA HADITS
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah di dalam Fathul Bari (7/273) berusaha mengumpulkan lafazh-lafazh hadits ini. Beliau berkata,
“Yang nampak adalah apa yang telah aku sampaikan sebelumnya, yaitu dengan menta’wil lafzh “al ‘uluw/mendominasi” pada hadits ‘Aisyah (yaitu dita’wil dengan makna “as sabq/lebih mendahului” sebagaimana di dalam hadits Anas –pent).
Adapun hadits Tsauban maka “al ‘uluw” tetap bermakna “banyak”.

KESIMPULAN
Dari ucapan Al Hafizh dapat disimpulkan bahwa “lebih mendahului” adalah penyebab jenis kelamin anak, laki-laki atau perempuan, biidznillah. Adapun “banyak atau sedikitnya” mani adalah penyebab kemiripan anak.
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa sebab jenis kelamin dan kemiripan anak dibagi menjadi enam:

1. Mani suami masuk lebih dulu dan lebih banyak, maka anaknya laki-laki dan mirip keluarga bapaknya.
2. Mani istri masuk lebih dulu dan lebih banyak, maka anaknya perempuan mirip keluarga ibunya.
3. Mani suami masuk lebih dahulu, tetapi mani istri lebih banyak maka anaknya perempuan dan mirip keluarga bapaknya.
4. Mani istri masuk lebih dulu, tetapi mani suami lebih banyak, maka anaknya laki-laki mirip keluarga ibunya.
5. Mani suami masuk lebih dulu dan jumlahnya sama banyak dengan mani istri, maka anak akan mirip bapaknya tapi jenis kelaminnya tidak tentu, bisa laki-laki bisa perempuan.
6. Mani istri masuk lebih dulu dan jumlahnya sama banyak, maka anaknya akan mirip ibunya tapi jenis kelaminnya tidak tentu, bisa laki-laki bisa perempuan.

Dan semuanya ini tentunya terjadi biidznillah, dengan seizin dari Allah ‘azza wajalla.

MASALAH : BAGAIMANA KALAU TIDAK MIRIP ORANGTUANYA?

Permasalahan ini sepertinya layak untuk ditambahkan ke dalam pembahasan hadits. Bagaimana jika anak tidak mirip dengan kedua orang tuanya? Tidak mirip bapaknya, demikian juga tidak mirip dengan ibunya?
Di dalam shahih Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

جَاءَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي فَزَارَةَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنَّ امْرَأَتِي وَلَدَتْ غُلَامًا أَسْوَدَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هَلْ لَكَ مِنْ إِبِلٍ؟» قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَمَا أَلْوَانُهَا؟» قَالَ: حُمْرٌ، قَالَ: «هَلْ فِيهَا مِنْ أَوْرَقَ؟» قَالَ: إِنَّ فِيهَا لَوُرْقًا، قَالَ: «فَأَنَّى أَتَاهَا ذَلِكَ؟» قَالَ: عَسَى أَنْ يَكُونَ نَزَعَهُ عِرْقٌ، قَالَ: «وَهَذَا عَسَى أَنْ يَكُونَ نَزَعَهُ عِرْقٌ»،

“Seorang lelaki dari Bani Fazarah datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Sesungguhnya istriku telah melahirkan seorang anak berkulit hitam.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya, “Apakah kamu punya unta?”
Lelaki itu menjawab, “Ya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya lagi, “Apa warnanya?”
Lelaki itu menjawab, “Merah”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah ada warna abu-abunya?”
Lelaki tadi menjawab, “Ya, ada warna abu-abunya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Dari manakah datangnya warna abu-abu itu?”
Lelaki itu menjawab, “Mungkin karena faktor keturunan (genetis).”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Begitu juga dengan anakmu, mungkin sebab keturunan.”

Al Imam An Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan,
“Di dalam hadits ini terdapat penjelasan bahwa anak itu tetap diikutikan kepada sang suami meskipun warna kulitnya berbeda. Sampai-sampai walau bapaknya putih dan anaknya hitam atau sebaliknya. Tidak boleh bagi sang bapak untuk menolak sang anak hanya karena perbedaan warna kulit, meskipun kedua suami istri kulitnya putih, tapi anak yang keluar kulitnya hitam, atau sebaliknya. Hal ini dikarenakan si anak mewarisi gen dari leluhur-leluhur bapak dan ibunya.”
Jadi mungkin si anak tidak mirip bapaknya, tidak mirip ibunya, akan tetapi mirip dengan kakek-kakeknya atau nenek-neneknya yang terdahulu.

Ustadz Wita Bachrun Al Bankawi Hafidzhahullah
Di copy dari FP As-Sunnah


Leave a comment